Thumbnail
Siaran Pers

Debat Capres Pamungkas, Isu Stunting, SDM Kesehatan, dan Kelompok Rentan Tidak Dibahas Tuntas

Mahardika Satria Hadi • 4 Feb 2024

Jakarta, 5 Februari 2024 – Sejumlah isu kesehatan mencuat dalam debat terakhir calon presiden yang digelar Komisi Pemilihan Umum di Jakarta Convention Center tadi malam. Stunting, layanan kesehatan primer, sumber daya manusia kesehatan, dan kelompok rentan dibahas dalam sesi paparan maupun tanya-jawab.


CISDI mengapresiasi munculnya isu-isu kesehatan tersebut dalam debat capres karena dapat menjadi bahan diskursus publik. Hanya saja, CISDI menyayangkan penjelasan para calon presiden yang kurang mendalam. Bahkan terjadi kesalahpahaman atau miskonsepsi untuk beberapa isu kesehatan.


“Substansi yang dibahas dalam debat capres masih berkutat di permukaan dan belum menyentuh akar permasalahan yang bersifat struktural,“ kata Founder dan Chief Executive Officer CISDI, Diah Satyani Saminarsih pada Senin, 5 Februari 2024.


Ketiga paslon masih berbicara di tataran normatif, tidak menyentuh arah strategis pembangunan kesehatan seperti politik anggaran, sistem kesehatan, dan tata kelola kesehatan.


Salah satu permasalahan kompleks yang belum diulas mendalam adalah stunting. Isu stunting pertama kali disinggung Prabowo Subianto. Calon presiden nomor urut 02 itu menyebutkan dalam paparan visi-misinya bahwa pemberian makanan bergizi bisa menjadi solusi untuk mengatasi stunting. Stunting kembali dibahas ketika sesi tanya-jawab antara Prabowo dengan calon presiden nomor urut 03, Ganjar Pranowo.


Diah mengatakan permasalahan kesehatan, khususnya stunting, tidak dapat diatasi hanya dengan pemberian makanan/minuman gratis. Salah satu akar masalah stunting adalah faktor sosial-struktural yang berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan perempuan. Beban ganda perempuan, ketimpangan relasi kuasa, bias gender, bias sosial, dan infrastruktur yang kurang layak membuat perempuan kesulitan mengambil keputusan terkait kesehatan diri dan anaknya. Faktor lain yang berhubungan di antaranya status sosial-ekonomi rumah tangga yang rendah, rumah dengan jamban tak layak, air minum yang tidak diolah, serta akses yang buruk terhadap layanan kesehatan di berbagai daerah.


Permasalahan gizi di Indonesia juga sejatinya lebih luas dari stunting. Termasuk di dalamnya adalah kelebihan berat badan atau obesitas, kurus, dan gizi kurang. Masalah gizi tersebut erat hubungannya dengan faktor risiko seperti konsumsi makanan/minuman tinggi gula, garam, lemak (GGL) dan produk tembakau. Penggunaan instrumen cukai dibutuhkan untuk memperkuat dampak positif program perubahan gaya hidup. 


Isu lain yang juga diangkat dalam debat semalam adalah sumber daya manusia kesehatan (SDMK). Dalam beberapa kali kesempatan, para paslon berkutat pada pembahasan seputar kekurangan jumlah dokter. Paslon 02 ingin menambah fakultas kedokteran, paslon 01 pun setuju akan pemberian beasiswa bagi dokter bila tujuannya meningkatkan kompetensi. Adapun paslon 03 juga berencana mengadakan satu nakes di satu faskes di tiap desa. 


Secara kuantitas, jumlah dokter umum di Indonesia masih belum memenuhi rasio yang direkomendasikan WHO yaitu 1 per 1000 penduduk. Pada 2022, rasio dokter umum di Indonesia hanya sebesar 0,84 per 1000 penduduk. Di luar itu, pemenuhan 9 jenis SDMK di layanan kesehatan primer juga masih tertatih-tatih. Puskesmas yang memiliki 9 jenis SDMK secara lengkap di Indonesia hanya sekitar 42,67% dari total 10.374 puskesmas pada 2022. Angka ini jauh untuk memenuhi target pemerintah sebesar 83% pada 2024. Artinya, diperlukan peningkatan jumlah dan kompetensi SDMK selain dokter.


Namun, masalah kekurangan SDMK sejatinya perlu dilihat dari segi permasalahan produksi dan distribusi. Penambahan jumlah fakultas maupun beasiswa menyasar masalah produksi, sedangkan untuk memeratakan SDMK juga diperlukan penyelesaian dari segi distribusi. Distribusi SDMK yang tidak merata erat kaitannya dengan ketiadaan kebijakan yang menjamin hak SDMK untuk berada di lingkungan kerja layak (decent work). Seperti kebijakan yang mengatur keamanan, struktur upah yang adil, jenjang karir, keamanan bekerja, hingga kelengkapan sarana prasarana. 


Beban kerja berlebih yang diampu oleh SDMK juga akan berpengaruh terhadap pemenuhan lingkungan kerja layak, serta penurunan kualitas layanan. Distribusi beban kerja (task-shifting) harus segera dilakukan agar SDMK baik tenaga kesehatan maupun tenaga medis tidak perlu menanggung beban berlebih. Pemanfaatan teknologi informasi untuk mengurangi beban administrasi juga perlu didorong.


Program-program yang dicanangkan hanya dapat direalisasikan apabila didukung dengan komitmen anggaran kesehatan yang kuat. Anggaran kesehatan harusnya tidak dipandang sebagai pengeluaran, melainkan investasi.


“Sayangnya, isu pembiayaan kesehatan tidak terbahas secara mendalam dalam sesi debat kemarin. Padahal, sumber biaya untuk merealisasikan layanan kesehatan berkualitas dan implementasi setiap program yang dijanjikan tidaklah kecil. Di periode kepemimpinan selanjutnya, perlu ada komitmen politik yang kuat untuk memastikan anggaran kesehatan terpenuhi jumlahnya di tingkat nasional maupun subnasional serta efektif-efisien pembelanjaannya,” kata Diah.


CISDI mendorong agar investasi ini diprioritaskan pada transformasi layanan kesehatan primer dan ketahanan sistem kesehatan untuk menghadapi pandemi. 


“Kerangka pikir investasi jangka panjang untuk sektor kesehatan penting dijadikan pedoman, agar kebijakan tidak hanya menuntaskan persoalan hari ini tapi juga bersifat jangka panjang, adaptif serta relevan untuk pembangunan kesehatan di masa depan,” Diah menambahkan.


Untuk memastikan investasi berbasis kebutuhan, perlu ada mekanisme partisipasi bermakna masyarakat sipil terutama kelompok rentan. Partisipasi penting dalam proses penyusunan, implementasi, hingga evaluasi kebijakan. Dengan demikian, arah strategi pembangunan dapat memihak pada kelompok rentan.


CISDI sudah memetakan setidaknya 7 (tujuh) isu kebijakan kesehatan penting yang diulas oleh pasangan capres-cawapres pada dokumen visi misi mereka. Ketujuh isu antara lain kesehatan ibu dan anak (KIA), kesehatan seksual-reproduksi (Kespro), dan gizi; penyakit tidak menular (PTM); penyakit menular; investasi sistem kesehatan; sistem kesehatan; sumber daya manusia kesehatan (SDMK); dan tata kelola kesehatan. Analisis ini sekiranya dapat menjadi pertimbangan baik bagi paslon dan juga masyarakat menjelang pemilu.


Simak analisis Janji Kesehatan Capres: Anies, Prabowo, Ganjar Siapa yang Paling Mikirin Kesehatan Masyarakat Kita di:

s.id/cisdi-analisisjanjikesehatancapres


Akses dokumen lengkap Prioritas Pembangunan Kesehatan dalam Visi Misi Calon Pemimpin Republik Indonesia 2024-2029 di:

s.id/kajian-visi-misi-capres


-SELESAI- 


Tentang CISDI


Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi non-profit yang bertujuan memajukan pembangunan sektor Kesehatan dan penguatan sistem Kesehatan melalui kebijakan berbasis dampak, riset, advokasi dan intervensi inovatif yang inklusif dan partisipatif.


Informasi lebih lanjut

Amru Sebayang

Senior Media Officer 

+62 877 8273 4584

Email: communication@cisdi.org 

www.cisdi.org


Terbaru