Thumbnail
Siaran Pers

CISDI Soroti 5 Isu Prioritas dalam RUU Kesehatan

Amru Aginta Sebayang • 19 Mar 2023

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyoroti enam isu prioritas bermasalah dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan). Kehadiran omnibus law kesehatan yang digadang sebagai bentuk penguatan sistem kesehatan masih menyisakan berbagai ruang perbaikan.


“Kami melihat RUU Kesehatan masih sisakan banyak ruang perbaikan. Di samping pembahasan yang cenderung terburu-buru, banyak pasal yang perlu dikembangkan untuk kuatkan sistem kesehatan,” kata Diah Saminarsih, Founder dan CEO CISDI, dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (20/3).


Diah menyoroti lima isu prioritas dalam RUU Kesehatan yang ditemukan CISDI: 


Pertama, melalui DIM yang disampaikan ke Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), CISDI mendefinisikan Integrasi Layanan Kesehatan Primer atau Layanan Kesehatan Dasar sebagai integrasi layanan, mulai dari upaya preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif. 


Integrasi ini mencakup upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang terkoordinasi di berbagai tingkat dalam fasilitas pelayanan kesehatan publik dan swasta.


“Sebagai catatan, bila merujuk Pasal 165 RUU Kesehatan, Pemerintah dan DPR masih memaknai integrasi pelayanan kesehatan primer terbatas penguatan puskesmas dan jejaringnya. Padahal, menurut Deklarasi Astana, integrasi harusnya menguatkan kerja sama layanan primer pemerintah dan swasta,” kata Diah kembali. 


Kedua, RUU Kesehatan belum berkomitmen berikan insentif yang layak dan pengakuan kepada kader-kader kesehatan sebagai sumber daya manusia kesehatan (SDMK). 


“CISDI merekomendasikan pemerintah dan DPR RI memastikan imbalan jasa atau upah kepada kader kesehatan atas perannya sebagai bagian sumber daya manusia kesehatan (SDMK) seperti diatur pasal 36 RUU Kesehatan,” lanjut Diah.

Tidak berhenti pada upah, pemerintah juga perlu akui kader kesehatan sebagai tenaga kerja yang memiliki hak ketenagakerjaan yang cakup peningkatan kompetensi melalui sertifikasi dan pelatihan kerja.


“Pada 2018, WHO bahkan menyatakan kader kesehatan berhak dapatkan remunerasi berdasarkan tuntutan pekerjaan, kompleksitas, jumlah jam kerja, pelatihan, hingga tupoksi (tugas pokok dan fungsi),” ucap Diah.


Ketiga, RUU Kesehatan menjelaskan kelompok rentan dengan sempit dan sangat terbatas sebagai “ibu hamil dan menyusui, bayi, balita, dan lanjut usia”.


Padahal dalam catatan CISDI, kerentanan adalah satu hal yang meluas dan interseksional. CISDI dan PUSKAPA (2022) mencatat lebih banyak bentuk sub-populasi rentan yang perlu diperhatikan. 


Ini mulai dari kelompok disabilitas dan disabilitas mental, kelompok di daerah 3T, hingga kelompok yang tersisih karena identitas maupun status sosioekonomi. Redefinisi ini penting agar masyarakat rentan dapatkan akses layanan kesehatan yang lebih inklusif dan non-diskriminatif.


Keempat, dalam aspek tata kelola, RUU Kesehatan dikhawatirkan mengganggu otonomi dan independensi BPJS Kesehatan dengan diwajibkannya BPJS Kesehatan melaksanakan penugasan Kemenkes RI. Padahal, otonomi sangat penting agar BPJS Kesehatan dapat mempertahankan dan menjalankan fungsi pembeli dalam sistem kesehatan.


Kelima, RUU Kesehatan belum eksplisit mengatur penanggulangan penyakit tidak menular (PTM) yang bersinggungan dengan variabel-variabel peningkat faktor risiko (penyakit). 


Padahal, kesehatan yang buruk dapat dipengaruhi beberapa faktor berisiko, seperti konsumsi alkohol, merokok, kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang buruk, termasuk konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) berlebih. 


“CISDI mendorong pemerintah dan DPR RI mengakomodasi masukan publik dan kelompok masyarakat sipil, serta membuka ruang partisipasi seluas-luasnya dalam proses legislasi setelah terselenggaranya public hearing dan sosialisasi publik,” sambung Diah. 


Selain itu, “CISDI mengajak seluruh elemen masyarakat berkolaborasi mengawal seluruh proses pembahasan hingga pengesahan RUU Kesehatan. Sehingga RUU ini bisa menguntungkan atau berdampak baik kepada masyarakat banyak, tanpa melupakan kelompok rentan,” tutur Diah menutup.


-SELESAI-


Tentang CISDI 

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi non-profit yang bertujuan memajukan pembangunan sektor kesehatan dan penguatan sistem kesehatan melalui kebijakan berbasis dampak, riset, advokasi, dan intervensi inovatif yang inklusif dan partisipatif.


Informasi lebih lanjut:

Amru Sebayang

Senior Media Officer

+62 877 8273 4584

Email: communication@cisdi.org 

www.cisdi.org


Terbaru