
Siaran Pers
ATNi Merilis Laporan Penilaian Ritel Indonesia 2025: Penilaian pertama terhadap Alfamart, Indomaret, dan Lion Super Indo
CISDI Secretariat • 26 Nov 2025
Utrecht, 27 November 2025 – Analisis baru ATNi (Access to Nutrition Initiative) bertajuk Retail Assessment 2025 (Penilaian Ritel 2025), yang salah satu fokusnya adalah Indonesia, menyoroti tantangan besar dalam memastikan pola makan sehat tetap terjangkau dan mudah diakses di tengah pesatnya perkembangan sektor ritel modern. Meskipun minimarket seperti Alfamart dan Indomaret dinilai semakin membentuk kebiasaan belanja masyarakat, temuan menunjukkan bahwa banyak produk merek pribadi (private label) yang ditawarkan oleh beberapa minimarket tersebut memiliki kualitas gizi rendah dan masih sulit dijangkau secara finansial oleh sebagian besar rumah tangga.
Penilaian Ritel 2025 oleh ATNi menelaah kebijakan dan praktik terkait gizi dari tiga jaringan ritel grocery terbesar di Indonesia: Alfamart, Indomaret, dan Lion Super Indo, yang secara kolektif mewakili sekitar 70% penjualan ritel modern di Indonesia. Walaupun ritel informal masih menjadi tempat sekitar tiga perempat masyarakat Indonesia membeli makanan, ritel modern terus berkembang pesat.
Dengan peran yang semakin besar dalam membentuk pola makan masyarakat, laporan ini mengkaji bagaimana performa gizi produk merek pribadi (private label) yang dijual ritel jika dibandingkan dari sisi kesehatan. Selain itu, kajian ini juga menyoroti seberapa sehat produk-produk yang ditampilkan dalam brosur atau materi promosi ritel. Penilaian Ritel 2025 ini juga mempertanyakan apakah strategi yang diterapkan pengecer dapat mendukung akses masyarakat terhadap makanan yang lebih sehat.
Indonesia berada pada titik kritis, dengan produk pangan olahan dan kemasan semakin menggantikan pola makan tradisional. Angka kelebihan berat badan dan obesitas meningkat 10% dalam sepuluh tahun terakhir dan kini mempengaruhi 1 dari 3 orang Indonesia.
Temuan utama dari penilaian ritel Indonesia ini menunjukkan kualitas gizi produk private label masih rendah. Sebanyak 98% produk diklasifikasikan tinggi lemak, gula, atau garam, dan/atau mengandung berbagai bahan tambahan kosmetik (pewarna, perisa, pemanis non-nutritif) yang merupakan indikator pangan ultra-proses.
“Ketika keranjang makanan sehat dari ritel modern berharga sekitar 55% lebih mahal dibandingkan keranjang makanan yang kurang sehat, jelas bahwa keterjangkauan untuk pilihan yang lebih sehat belum menjadi prioritas,” kata Dr. Brenda de Kok, Peneliti Senior ATNi.
Lebih lanjut, promosi lebih banyak menampilkan makanan kurang sehat. Materi promosi mingguan—baik di brosur maupun situs web—didominasi oleh permen, camilan, produk olahan tepung, es krim, dan minuman manis. Pola ini mengurangi insentif konsumen untuk memilih opsi makanan yang lebih sehat.
Dan yang terakhir, keterjangkauan menjadi hambatan utama. Di Indomaret, keranjang makanan sehat menelan biaya USD 21,45 atau sekitar Rp 356 ribu per orang per hari dibandingkan USD 19,37 atau sekitar Rp 322 ribu untuk keranjang makanan kurang sehat—selisih 10,8%. Bagi banyak rumah tangga, pilihan makanan sehat di ritel modern tetap sulit dijangkau secara ekonomi.
Temuan ini menunjukkan perlunya tindakan terkoordinasi untuk meningkatkan kualitas gizi produk yang ditawarkan ritel modern, serta menjadikan makanan sehat lebih terjangkau. Ritel dapat memainkan peran penting melalui reformulasi produk private label, mengalihkan fokus promosi ke produk yang lebih sehat, dan mengeksplorasi strategi harga yang dapat memperkecil kesenjangan biaya. Dukungan kebijakan publik juga sangat diperlukan.
"Karena ritel sangat memengaruhi apa yang dilihat dan dibeli konsumen, akuntabilitas menjadi kunci dalam memperbaiki lingkungan pangan di Indonesia. Ritel dan pembuat kebijakan harus bertindak segera untuk menjadikan pilihan sehat sebagai norma—lebih terjangkau, lebih mudah diakses, dan secara konsisten diprioritaskan di seluruh portofolio produk dan promosi," tambah Dr. Brenda.
Penerapan label peringatan depan kemasan secara wajib efektif membantu konsumen menghindari makanan yang tidak sehat, sehingga dapat memberdayakan konsumen untuk memilih dan menuntut opsi makanan yang lebih sehat.
“Tanpa kebijakan lingkungan pangan yang komprehensif seperti label peringatan depan kemasan, cukai minuman manis, dan pembatasan pemasaran yang didasarkan pada standar nutrient profiling model, masyarakat akan terus terekspos produk tinggi gula, garam, dan lemak. Kebijakan-kebijakan ini krusial untuk membentuk lingkungan ritel yang benar-benar mendukung pilihan makanan dan minuman yang sehat,” kata Chief Research and Policy Officer CISDI Olivia Herlinda.
-SELESAI -
Tentang ATNi
ATNi (Access to Nutrition Initiative) adalah yayasan global yang bekerja untuk mendorong perusahaan pangan, investor, dan pembuat kebijakan agar bersama-sama membangun sistem pangan yang lebih sehat. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi atni.org.
Tentang CISDI
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi non-profit yang bertujuan memajukan pembangunan sektor kesehatan dan penguatan sistem kesehatan melalui kebijakan berbasis dampak, riset, advokasi, dan intervensi inovatif yang inklusif dan partisipatif.
Informasi lebih lanjut
ATNi
Philip Eisenhart
Media Lead at ATNi
E-mail: [email protected]
CISDI
Hanindito Arief Buwono
Media Officer at CISDI
0811-1085-407
Email: [email protected]
.png)