Thumbnail
Siaran Pers

Menangkal Narasi Cukai Merugikan Petani dan Buruh Tembakau, CISDI Gelar Acara Nonton Bersama Film Dokumenter di Tiga Kota Indonesia

CISDI Secretariat • 26 Jan 2023

Jakarta, 27 Januari 2023 – Center for Indonesia Strategic Development Initiative (CISDI) baru saja menyelesaikan rangkaian roadshow pemutaran Film Dokumenter “Di Balik Satu Batang” di tiga kota yakni Kota Medan, Solo, dan Palu. Film ini menampilkan potret realita buruh dan petani tembakau dalam ekosistem bisnis rokok dan menangkal pendapat cukai tembakau akan merugikan petani dan buruh tembakau.


CISDI berkolaborasi dengan komunitas lokal yaitu Yayasan Pusaka (Medan), Yayasan KAKAK (Solo), dan Sikola Mombine (Palu) serta pegiat isu pengendalian tembakau. Tak hanya nonton bersama “Di Balik Satu Batang”, CISDI dan komunitas juga menggelar diskusi untuk mengupas lebih dalam mengenai kondisi petani dan buruh tembakau.


Pro-kontra kenaikan cukai selalu terjadi setiap tahun. Kesejahteraan petani dan pekerja industri tembakau selalu menjadi alasan pihak yang menolak kenaikan cukai rokok. Project Lead Tobacco Control CISDI, Iman Zein, mempertanyakan narasi tersebut. Menurut dia, hampir setiap tahun Kementerian Keuangan konsisten menaikkan cukai tembakau namun produksi rokok tidak mengalami penurunan, malah cenderung meningkat.


“Tahun lalu, produksi rokok di Indonesia meningkat sampai 7,27%. Tahun 2020, Indonesia memproduksi Rp 298,4 miliar batang, namun tahun 2021 produksi rokok naik hingga Rp 320,1 miliar batang. Padahal, di tahun itu cukai rokok naik rata-rata 12,5%. Jadi mana buktinya industri akan merugi jika cukai rokok dinaikan?” kata Iman.


Iman mengungkap bahwa masalah yang sebenarnya dihadapi petani bukan perkara harga cukai.


“Di lapangan, para petani mengeluhkan tentang tata niaga yang belum baik. Mereka tidak memiliki kemerdekaan menentukan harga. Belum lagi faktor cuaca yang kadang membuat petani gagal panen. Jadi, kerugian mereka tidak ada hubungannya dengan cukai. Malah jika dialokasikan dengan tepat, Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCHT) justru berdampak baik untuk petani,” kata Iman.


Buktinya terlihat dari pengalaman Sukiman dan Istanto, dua mantan petani tembakau sekaligus narasumber di film Di Balik Satu Batang. Saat ini, dibantu dana DBHCHT, keduanya sudah tidak lagi menanam tembakau, dan melakukan alih tanam ke komoditas lain yang lebih menguntungkan seperti sayuran.


“Harga rokok naik terus, tapi harga daun tembakaunya segitu saja. Ini membingungkan para petani. Kami juga ingin sejahtera. Tapi kenyataannya, kesejahteraan petani dan industri terasa sekali kesenjangannya,” kata Sukiman dalam film dokumenter tersebut.


Dalam dokumenter ini, Istanto mengatakan petani yang kemudian banting setir meninggalkan tembakau dan beralih ke komoditi lain justru lebih sejahtera.


“Dulu sempat ada kemarau panjang. Banyak petani tembakau merugi karena alami gagal panen, bahkan sampai ada yang menjual tanah pertaniannya. Keresahan ini berakhir ketika kami sudah beralih tanam. Di luar dugaan, tanaman seperti kopi, cabe yang ditanam penduduk lokal sudah bisa ekspor,” ujar Istanto.


Cerita pak Sukiman dan Iswanto menjadi salah satu contoh realita pahit para petani dan buruh tembakau yang jarang diketahui publik, dan film “Di Balik Satu Batang” berhasil memperlihatkan kondisi nyata para petani dan buruh tembakau kepada publik.


Apresiasi pun disampaikan Ketua Yayasan KAKAK, Shoim Sahriati dan Koordinator Divisi Advokasi Pusaka Indonesia, Elisabeth Juniarti, terhadap film dokumenter ini.


“Di hilir kita melihat fakta dari data terakhir RISKESDAS, jumlah perokok anak terus meningkat menjadi 9,1%. Sementara di hulu film dokumenter ini berhasil memotret nasib petani tembakau dan buruh rokok belum sejahtera. Ada hak mereka yang tidak terpenuhi, seperti jaminan kesehatan dan upah minimum rakyat. Banyak sektor yang harusnya turut bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan ini,” kata Shoim.


Sebanyak 300 orang hadir dalam pemutaran film dokumenter “Di Balik Satu batang” di tiga kota. Mereka yang datang tak hanya masyarakat umum, ada juga perwakilan pemerintahan, pemerhati film, mahasiswa, dan komunitas.


Di akhir sesi diskusi film, Koordinator Divisi Advokasi Pusaka Indonesia, Elisabeth Juniarti, menuturkan masih banyak pekerjaan rumah di ranah pengendalian tembakau.  


“Ternyata di balik satu batang rokok terdapat realita kehidupan petani tembakau yang sesungguhnya. Masih banyak PR, terutama dalam kebijakan pengendalian tembakau, yang harus diselesaikan. Keterlibatan multisektor sangat diharapkan agar tidak ada lagi kesalahan dalam pengambilan kebijakan,” kata Elisabeth.


-SELESAI-



Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah lembaga non-profit yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.


Informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:

Amru Sebayang (Media and Communication Officer) - 087782734584


Terbaru