Siaran Pers
Pemerintah Tidak Naikkan Cukai Rokok pada 2025, Koalisi: Langkah Mundur Perlindungan Publik
Anandya Khairunnisa • 25 Sep 2024
Jakarta, 25 September 2024 – Terkait pemberitaan tidak akan ada kenaikan tarif cukai rokok di tahun 2025, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), merespon bahwa rencana pembatalan ini akan menjadi suatu kemunduran dalam upaya perlindungan kesehatan publik setelah disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan), khususnya pada pengamanan bahan zat adiktif.
Ketentuan dalam PP Kesehatan sebagai turunan UU No. 17/2023 atau UU Kesehatan mengatur tentang pembatasan penjualan rokok eceran per batang, pembatasan iklan rokok, dan peringatan kesehatan pada iklan rokok. PP ini juga tidak hanya mengatur peredaran produk tembakau tapi juga rokok elektronik, meningkatkan ukuran peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, hingga melarang penjualan rokok kepada orang di bawah usia 21 tahun.
Rencana pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok akan menghambat berbagai upaya pengendalian rokok yang telah direncanakan dan memberi dampak negatif terhadap kondisi kesehatan masyarakat dan keuangan negara.
Risky Kusuma Hartono, Koordinator Riset PKJS-UI, menyampaikan keprihatinannya terhadap isu pembatalan ini. “Kenaikan tarif cukai rokok merupakan alat yang paling efektif dalam mengurangi konsumsi rokok, yang merupakan faktor risiko utama dari berbagai penyakit tidak menular, seperti kanker, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah secara tegas menyatakan bahwa menaikkan harga melalui kebijakan cukai adalah salah satu strategi pengendalian konsumsi rokok yang paling efektif. Indonesia saat ini menjadi salah satu negara yang memiliki prevalensi perokok tertinggi di dunia dan tanpa tindakan tegas, angka ini akan terus meningkat, ” ujar Risky.
Pihaknya juga menilai berdasarkan studi-studi PKJS-UI yang telah dijalankan bahwa faktor harga sangat berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk merokok. Studi PKJS-UI (2020) menunjukkan semakin mahal harga rokok maka semakin kecil peluang anak merokok. Harga rokok murah juga menjadi faktor yang mendorong anak kambuh untuk merokok kembali/smoking relapse (PKJS-UI, 2023).
Di samping keterjangkauan oleh anak-anak, masyarakat prasejahtera juga masih mudah membeli rokok sehingga membuat mereka sulit berhenti dari adiksi rokok. Studi PKJS-UI lainnya menunjukkan setiap 1% kenaikan belanja rokok meningkatkan peluang terhadap kemiskinan sebesar 6 persen poin pada rumah tangga. Artinya, konsumsi rokok memiliki pengaruh besar terhadap garis kemiskinan.
Selain menjadi alat pengendalian konsumsi rokok, kenaikan tarif cukai ini juga dapat meningkatkan penerimaan negara yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Dana yang dihasilkan dari cukai rokok dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pelayanan kesehatan, terutama dalam penanganan penyakit yang diakibatkan oleh rokok.
Sejalan dengan PKJS-UI, Hasbullah Thabrany selaku Ketua Komnas PT mengungkapkan, “Praktik baik dari negara-negara yang telah sukses menekan prevalensi perokok melalui instrumen cukai seharusnya bisa menjadi contoh. Mereka mengalokasikan pendapatan dari cukai tersebut untuk program-program pencegahan dan pengobatan penyakit terkait rokok,” imbuh Hasbullah.
Beladenta Amalia, Project Lead for Tobacco Control CISDI menambahkan, “Salah satu sasaran utama kebijakan cukai rokok ini adalah mengurangi akses generasi muda dan masyarakat prasejahtera terhadap rokok. Banyak studi sudah menunjukkan efektivitas harga rokok yang lebih tinggi untuk menurunkan keterjangkauan rokok, khususnya pada generasi muda. Diharapkan generasi muda akan berpikir berulang kali sebelum memulai kebiasaan merokok. Tanpa kenaikan tarif cukai yang signifikan, kelompok rentan, termasuk generasi muda, akan semakin mudah mengakses produk ini dan memperburuk krisis kesehatan masyarakat yang ada,” jelasnya.
Riset CISDI (2021) menjelaskan konsumsi rokok memberi beban biaya kesehatan sebesar Rp 17,9-27,7 triliun selama setahun pada 2019 akibat penyakit yang timbul dan berasosiasi dengan rokok. Angka Rp 17,9 hingga 27,7 triliun setara dengan 61,75% hingga 91,8% total defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2019. Artinya, pemerintah masih perlu membuat rokok tidak terjangkau untuk menekan beban kesehatan yang masih begitu besar.
Ketiga organisasi ini mendesak Pemerintah, terutama Kementerian Keuangan, untuk menekan prevalensi perokok dan memutus rantai beban biaya kesehatan akibat rokok yang jelas merugikan masyarakat dan perekonomian nasional, melalui kenaikan tarif CHT tahun 2025 secara bertahap, dimulai dengan 25% di awal tahun, kemudian disesuaikan dengan inflasi ditambah 10% pada tahun berikutnya.
Selain itu, untuk mengurangi aksesibilitas anak-anak terhadap murahnya harga rokok saat ini, direkomendasikan untuk adanya peningkatan Harga Jual Eceran (HJE) minimum dan penyederhanaan struktur tarif CHT menjadi 5 hingga 3 golongan sebelum tahun 2029, serta mendekatkan tarif antar golongan untuk mempersempit peluang perokok memilih merek yang lebih murah. Kenaikan cukai ini mencakup semua produk tembakau, termasuk rokok elektronik dan tembakau iris, dengan kenaikan minimal 25% dan khusus untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) di atas 5%.
-SELESAI-
Tentang PKJS-UI:
Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) merupakan salah satu pusat penelitian yang berada di bawah Center for Strategic and Global Studies, Sekolah Kajian Strategis dan Global Universitas Indonesia. Pendirian PKJS-UI diprakarsai oleh para ahli perlindungan sosial di Indonesia pada tanggal 14 September 2015. PKJS-UI sebagai Pusat Kajian dari Universitas yang berfokus isu program perlindungan sosial. Visinya adalah menjadi pusat penelitian terbaik di Asia, dalam bidang penelitian, konsultasi, dan pelatihan tentang perlindungan sosial, serta berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat di Asia. Misi kami adalah memperkuat asuransi kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, dan berbagai program kesejahteraan sosial lainnya melalui penelitian, konsultasi, dan pelatihan. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi E: pkjs.sksg@gmail.com
Tentang CISDI:
(CISDI) adalah organisasi nirlaba yang bertujuan memajukan pembangunan sektor kesehatan dan penguatan sistem kesehatan melalui kebijakan berbasis dampak, riset, advokasi dan intervensi.
Email: media@cisdi.org
Cp: 087708298016 (Anandya)
Tentang Komnas-PT:
Merupakan organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah konsumsi produk tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 23 organisasi dan perorangan, terdiri dari organisasi profesi kesehatan, organisasi masyarakat, dan kelompok yang peduli akan dampak buruk dan bahaya produk tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda dan keluarga miskin. Info: komnaspt.or.id