Lompat ke konten utama
Logo CISDI: Simbol kolaborasi tiga pilar strategis—riset, advokasi, dan peningkatan kapasitas—untuk kemajuan kesehatan Indonesia.
Thumbnail

Feature

Penguatan Masyarakat Sipil dan Komunitas untuk Mencegah Penyakit Tidak Menular

Hanindito Arief Buwono23 Okt 2025

Pada bagian kedua artikel ini, kami mengulas dua diskusi publik mengenai strategi pencegahan penyakit tidak menular melalui penguatan peran masyarakat sipil, tata kelola fiskal yang berpihak pada kesehatan, serta pelibatan komunitas.


Acara ini sebagai bagian dari rangkaian side event CISDI di sela Sidang Umum PBB (UNGA) ke-80 di New York, Amerika Serikat, pada Jumat, 26 September 2025. 


CISDI mengundang panelis dari kalangan akademisi, industri, pemerintahan, serta organisasi kesehatan dunia untuk membahas strategi mengurangi dampak penyakit tidak menular.


Pada diskusi sesi pertama, CISDI mengangkat tema tentang peran masyarakat sipil dan tata kelola fiskal dalam pencegahan penyakit tidak menular dengan tajuk “Advancing Health Equity: Strengthening Civil Society Engagement and Regulatory-Fiscal Governance in Noncommunicable Diseases Prevention.”


Isu ini diangkat karena penyakit tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Angka penyakit tidak menular terus meningkat di berbagai negara akibat lemahnya kebijakan kesehatan, termasuk di Indonesia.


Founder dan CEO CISDI Diah Saminarsih membuka diskusi dengan mengatakan ketiadaan kebijakan yang tepat, seperti cukai hasil tembakau atau cukai rokok serta cukai minuman berpemanis, turut memperburuk situasi penyakit tidak menular.


“Kebijakan harus dirancang inklusif dengan melibatkan masyarakat agar solusi tidak hanya datang dari atas, tetapi juga memberi ruang masyarakat untuk mengambil kembali otonominya,” kata Diah.


Profesor Peter Berman dari Harvard University menegaskan bahwa tren penyakit tidak menular secara global kini telah melampaui penyakit menular. Ia menekankan pentingnya memperluas kompetensi di luar epidemiologi dan memperkuat kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan organisasi non-kesehatan dan masyarakat sipil.


Kolaborasi lintas sektor perlu dilakukan juga oleh pemerintah. Liz Arnanz dari NCD Alliance mengatakan, janji pemerintah perlu diwujudkan menjadi regulasi yang nyata dan kebijakan fiskal yang berpihak pada kesehatan.


“Di sinilah masyarakat sipil berperan penting mendorong agar dana cukai benar-benar digunakan untuk pembiayaan kesehatan,” ujar Arnanz, yang juga menjadi pembicara diskusi publik.


Laporan terbaru NCD Alliance menunjukkan penyakit tidak menular sebagai penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Penyakit tidak menular juga merupakan krisis kesehatan masyarakat yang berkembang pesat, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Dengan sumber daya terbatas, negara-negara seperti ini belum siap menghadapi beban penyakit tidak menular.


Menurut catatan WHO, penyakit tidak menular telah mengakibatkan sedikitnya 43 juta orang meninggal pada 2021, termasuk 18 juta orang berusia di bawah 70 tahun. Angka ini setara lebih dari 75 persen dari total kematian yang tidak terkait dengan pandemi di seluruh dunia. Bahkan, jumlah kematian akibat penyakit tidak menular pada penduduk berusia di bawah 40 tahun di negara-negara berpenghasilan rendah-menengah sudah lebih banyak ketimbang penyakit menular, seperti HIV dan tuberkulosis.


Dari hasil laporan yang sama, penyakit kardiovaskular menyumbang sebagian besar kematian akibat penyakit tidak menular, yaitu sekitar 19 juta kematian pada 2021. Kemudian diikuti oleh kanker (10 juta), penyakit pernapasan kronis (4 juta), dan diabetes (lebih dari 2 juta kematian akibat penyakit ginjal yang disebabkan diabetes).


WHO juga menjelaskan faktor-faktor yang membuat seseorang bisa mengidap penyakit tidak menular. Secara keseluruhan, gaya hidup seperti merokok, kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat, serta polusi udara turut berkontribusi terhadap meningkatnya penyakit tidak menular di masyarakat.


Sementara itu, kendala lain dalam mengurangi angka penyakit tidak menular datang dari tata kelola yang lemah. Verónica Irene Schoj dari Global Health Advocacy Incubator menekankan pentingnya keterbukaan informasi, transparansi keuangan, dan regulasi yang jelas. “Partisipasi masyarakat sipil juga krusial untuk menghadapi intervensi industri. Untuk efektif melawan campur tangan industri, koalisi masyarakat sipil harus memiliki prioritas yang jelas dan didasarkan pada landasan yang kokoh,” ujar Schoj.


Schoj menambahkan, perspektif keadilan tidak kalah penting dalam koalisi. “Koalisi harus memastikan mereka menjangkau komunitas yang rentan dan terpinggirkan, termasuk penduduk perdesaan. Keanggotaan tidak boleh dibatasi pada ahli teknis, tapi juga harus mencakup pegiat hak asasi manusia, ahli hukum, spesialis gender, dan organisasi pemuda. Keragaman memperkuat koalisi dan membuatnya lebih tangguh,” ucapnya.


Terakhir, mantan Menteri Negara untuk Gender, Keluarga, dan Layanan Sosial Maladewa Dr. Abdul Malik mengatakan investasi pada layanan kesehatan primer sangat diperlukan untuk mewujudkan keadilan kesehatan. Ia menyoroti bahwa pendekatan kuratif saja tidak cukup untuk menekan penyakit tidak menular yang menyumbang 84 persen kematian.


Kolaborasi Masyarakat Sipil dan Komunitas

Pada diskusi sesi kedua, CISDI mengangkat tema “Investing in Noncommunicable Disease Control Measures: Taking the Case of Hypertension and (Type-2) Diabetes Mellitus.” Diskusi ini menyoroti intervensi kesehatan masyarakat dan peran penting masyarakat sipil dalam menghadapi penyakit tidak menular.


Founder dan CEO CISDI Diah Saminarsih mengatakan angka kasus penyakit tidak menular di Indonesia masih tinggi dan upaya pencegahannya sering dilihat hanya dari sisi medis dan teknologi canggih. Padahal, menurut Diah, keterlibatan masyarakat serta intervensi kebijakan juga menjadi hal yang penting dalam pencegahan penyakit tidak menular.


“Karena pada akhirnya kita ingin suara dan kebutuhan masyarakat tecermin dalam kebijakan yang bisa dijalankan,” ujar Diah.


Chief Strategist dan Acting Chief for Primary Health Care CISDI Yurdhina Meilissa mengatakan, CISDI memiliki praktik baik dalam pelibatan kader kesehatan di masyarakat untuk skrining, kunjungan rumah, pelaporan digital, dan distribusi obat. Hasilnya, seperlima dari 23 ribu orang yang diskrining mendapatkan konseling rutin dan tindak lanjut.


“Tantangan sekarang adalah menjaga kepercayaan masyarakat pada sistem. Apakah sistem mampu bukan hanya untuk skrining, tetapi juga keberlanjutan setelah itu?” kata Yurdhina.


Global Director PHC PATH, Kimberly Green, mengatakan masyarakat harus dapat mengakses layanan yang dekat dengan rumah melalui kader kesehatan. Karenanya, menurut Green, kader kesehatan perlu dibekali kemampuan untuk skrining, rujukan, hingga mendukung kepatuhan pengobatan. Selain itu, perlu jembatan yang kuat antara layanan di masyarakat dan layanan di fasilitas kesehatan.


Sementara itu, Lucia Feito Allonca dari Our Views, Our Voices Global Advisors di NCD Alliance menekankan pentingnya mendengarkan pasien dalam perawatan penyakit tidak menular. Menurut Lucia, orang dengan diabetes atau hipertensi tahu apa yang mereka butuhkan sehari-hari namun waktu konsultasi yang singkat dengan dokter seringkali tidak cukup.


“Penting bagi setiap individu untuk dapat mengungkapkan kebutuhan mereka dan mengintegrasikan perawatan di luar sistem kesehatan, termasuk layanan kader kesehatan dan kelompok dukungan sebaya yang seringkali membantu memberikan edukasi. Karena selain perawatan medis yang ketat, kita juga perlu memberikan banyak edukasi,” ujar Allonca, yang mengidap diabetes tipe 1 selama 30 tahun beserta beberapa komplikasi yang menyertainya.


Bagian pertama artikel ini dapat diakses lewat tautan berikut.


-SELESAI-


Terbaru

  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===