
Siaran Pers
Evaluasi Tiga Bulan MBG, Menu Tak Sehat dan Tata Kelola Masih Perlu Dikaji Ulang
CISDI Secretariat • 16 Apr 2025
Jakarta, 17 April 2025 - Sejak diluncurkan 6 Januari lalu, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih diwarnai sederet persoalan di lapangan. Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mencatat, program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini terus berkutat dengan masalah keamanan pangan dan kualitas kandungan gizi dalam menu yang disediakan.
“Salah satu isu yang cukup mengundang perhatian publik adalah serangkaian kasus keracunan yang menimpa beberapa siswa setelah mengonsumsi menu dari program MBG di sejumlah daerah,” kata Founder dan CEO CISDI, Diah S. Saminarsih, Kamis, 17 April 2025.
Menurut Diah, masih terjadinya kasus keracunan makanan dalam pelaksanaan MBG memunculkan kekhawatiran akan keamanan pangan yang disalurkan melalui program ini.
Analisis CISDI mengidentifikasi bahwa salah satu penyebab utama terjadinya keracunan adalah belum optimalnya implementasi standar keamanan pangan seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dalam pelaksanaan program MBG. HACCP adalah sistem manajemen risiko yang mengatur keamanan pangan di setiap fase, mulai dari proses produksi hingga distribusi makanan.
“Penerapan standar keamanan pangan yang belum optimal, ditambah dengan kekurangan pengaturan keamanan pangan dalam petunjuk teknis, menjadi catatan penting yang harus segera ditangani oleh Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memastikan kualitas pangan yang lebih baik,” ucap Diah.
Selain itu, CISDI juga menyoroti penggunaan produk makanan ultra-olahan (ultra-processed food) dalam menu MBG. Dalam kajian CISDI, produk-produk tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) ditemukan dalam 45 persen sampel menu MBG. Temuan ini termasuk penggunaan susu kemasan berperisa yang mengandung kadar gula tinggi, yang jelas tidak sesuai dengan pedoman standar gizi yang telah disusun Kementerian Kesehatan.
“Keberadaan produk-produk tersebut dalam menu MBG berpotensi merugikan kesehatan jangka panjang, terutama bagi anak-anak dan kelompok rentan lainnya yang menjadi sasaran utama program ini,” Diah berujar.
Diah menambahkan, masuknya produk makanan ultra-olahan dalam menu MBG bertentangan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Pasal 200 PP Kesehatan memberikan tanggung jawab kepada pemerintah pusat untuk menyusun strategi pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak, termasuk mengatur ambang batas kandungannya serta mengendalikan iklan, promosi, dan sponsor dari produk-produk tersebut.
Bulan lalu, CISDI bersama koalisi masyarakat sipil mengkritisi keputusan BGN yang memasukkan produk makanan ultra-olahan dalam menu MBG. Melalui pemberitaan dan informasi yang dilansir BGN, diketahui bahwa sereal instan, biskuit kering, hingga susu kemasan berperisa ditemukan dalam menu MBG di berbagai sekolah. Produk-produk tersebut dikombinasikan dengan telur rebus, roti, kurma, kue kering fortifikasi, hingga buah.
“Alih-alih meningkatkan status gizi penerima manfaat, yang menjadi tujuan MBG, masuknya pangan ultra-olahan yang tinggi gula dalam jangka panjang dapat memicu berat badan berlebih dan obesitas pada anak-remaja,” kata Diah.
Belum terlambat untuk memperbaiki berbagai masalah yang telah teridentifikasi, antara lain melalui pembenahan tata kelola program, termasuk penyempurnaan tugas pokok dan fungsi serta koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait. Pemerintah juga perlu menyempurnakan landasan regulasi MBG, serta memperkuat standardisasi keamanan pangan dan gizi dalam menu MBG.
-SELESAI-
Informasi lebih lanjut:
Amru Sebayang
Senior Media Officer
+62 877 8273 4584
Email: media@cisdi.org
www.cisdi.org