Lompat ke konten utama
Logo CISDI: Simbol kolaborasi tiga pilar strategis—riset, advokasi, dan peningkatan kapasitas—untuk kemajuan kesehatan Indonesia.
Thumbnail

Siaran Pers

Berbeda dari Pajak, CISDI Tegaskan Cukai MBDK Tetap Diperlukan untuk Kesehatan Publik

CISDI Secretariat • 9 Sep 2025

Jakarta, 10 September 2025 - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dan media roundtable bertajuk “Penguatan Bukti Efektivitas Penerapan Cukai MBDK dari Hasil Studi Elastisitas Harga” di Jakarta pada pada Rabu (10/9).


CISDI menegaskan urgensi pemberlakuan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Penegasan urgensi Cukai MBDK sebagai instrumen kesehatan publik ini juga merupakan respons terhadap pernyataan pemerintah yang berencana tidak mengenakan pajak baru maupun kenaikan tarif pajak pada 2026.


Chief Research & Policy CISDI, Olivia Herlinda, menyatakan cukai MBDK sebaiknya tidak diperlakukan seperti pajak baru, melainkan instrumen fiskal berbasis kesehatan yang terbukti efektif dan telah diterapkan di 99 negara.


“Cukai MBDK tidak semata-mata soal penerimaan negara. Cukai MBDK harus dipandang sebagai instrumen kesehatan publik berbasis bukti. Tujuan utama penerapan cukai adalah mengendalikan konsumsi produk yang menjadi faktor risiko obesitas, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya. Karenanya, cukai MBDK memiliki fungsi berbeda dari pajak konvensional yang berorientasi pada penerimaan negara,” kata Olivia. 


Perlu diketahui, Indonesia kini menempati peringkat kelima dunia jumlah penderita diabetes dewasa terbanyak dengan 20,4 juta orang (International Diabetes Federation, 2024). 


Tanpa intervensi, studi CISDI (2024) memperkirakan keterlambatan penerapan cukai MBDK berpotensi menimbulkan 8,9 juta kasus baru diabetes tipe 2 dan 1,3 juta kematian akibat penyakit tersebut pada 2034.


Salsabil Rifqi Qatrunnada, Quantitative Research Officer CISDI, memaparkan empat temuan kunci dalam ringkasan kebijakan CISDI (2025), antara lain kenaikan harga akan menurunkan permintaan produk MBDK dan beralihnya konsumen dari produk MBDK akibat dampak penerapan cukai. 


“Cukai MBDK tidak hanya menekan konsumsi melalui mekanisme harga, tetapi juga berfungsi mendelegitimasi MBDK sebagai produk sehari-hari yang merugikan kesehatan masyarakat,” kata Salsabil.


Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan data kependudukan 2024 menunjukkan sebanyak 63,7 juta atau sekitar 68,1 persen atau rumah tangga di Indonesia rutin mengkonsumsi MBDK setiap minggu.


Studi CISDI (2025) menunjukkan penerapan cukai yang meningkatkan harga produk sebesar 20 persen dapat menurunkan konsumsi MBDK hingga 18 persen secara rata-rata. Penurunan konsumsi ini sekaligus mendorong peralihan konsumsi MBDK ke air mineral dan minuman tidak berpemanis.


Muhammad Zulfiqar Firdaus, Health Economics Research Associate CISDI, menegaskan penundaan cukai MBDK akan memperburuk krisis kesehatan masyarakat dan menambah beban ekonomi negara. 


“Dengan adanya bukti ilmiah yang kuat, praktik baik internasional, dan komitmen lintas sektor, CISDI berharap pemerintah dapat segera menerapkan cukai MBDK paling lambat tahun 2026 sebagai bagian investasi kesehatan jangka panjang bagi masyarakat Indonesia,” ujar Zulfiqar. 


Sebagai penutup, CISDI melalui ringkasan kebijakan menyampaikan lima rekomendasi penting.


  1. Terapkan segera cukai MBDK. Wacana penerapan cukai MBDK muncul pada 2016, namun hingga hari ini belum diterapkan. Padahal, Studi CISDI (2024) menunjukkan penerapan cukai MBDK pada 2024 mampu mampu mencegah 3,1 juta kasus diabetes baru dan lebih dari 455 ribu kematian.  
  2. Terapkan desain tarif volumetrik yang meningkatkan harga jual MBDK minimal 20 persen. Kenaikan ini sejalan dengan rekomendasi WHO yang menargetkan kenaikan hingga 50 persen pada 2035. 
  3. Penerapan cukai MBDK penting untuk mengatasi eksternalitas (dampak) negatif dari segi kesehatan dan lingkungan. Cukai MBDK berpotensi mengurangi beban pembiayaan BPJS Kesehatan maupun dampak lingkungan dari limbah plastik dan kaleng. 
  4. Rancang kebijakan dengan merujuk bukti ilmiah dan praktik terbaik internasional. Pendekatan ini bertujuan agar kebijakan tepat sasaran dan berkelanjutan.
  5. Dorong kebijakan komprehensif pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL). Terapkan label peringatan depan kemasan, pembatasan pemasaran produk tinggi GGL, serta penerapan cukai pada produk dengan natrium dan lemak trans tinggi.


-SELESAI-


Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah organisasi non-profit yang bertujuan memajukan pembangunan sektor kesehatan dan penguatan sistem Kesehatan melalui kebijakan berbasis dampak, riset, advokasi, dan intervensi inovatif yang inklusif dan partisipatif.


Informasi lebih lanjut

Ori Sanri Sidabutar

Senior Officer for Communication

+62 877 8433 5149

Email: [email protected] 

www.cisdi.org




Terbaru

  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===