Berita
CISDI Paparkan ‘Rahasia’ PUSPA Kuatkan Penanganan Wabah di Jawa Barat setelah Enam Bulan Intervensi
Amru Aginta Sebayang • 29 Sep 2021
CISDI melaksanakan Diseminasi Pembelajaran PUSPA melalui paparan publik pada Kamis (30/9) lalu. (Sumber gambar: Dok. CISDI)
Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melaksanakan diseminasi pembelajaran program penguatan puskesmas Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA) melalui paparan publik Kisah 100 Mata Angin: Lembar Akhir dan Babak Baru Penguatan Puskesmas di Tanah Pasundan melalui Youtube CISDI Channel pada Kamis (30/9).
Program PUSPA menorehkan berbagai capaian keberhasilan, seperti:
- meningkatkan kepatuhan 3M masyarakat hingga 84,8%
- menguatkan jumlah puskesmas yang memenuhi standar tes WHO hingga 55%
- meningkatkan kapasitas lacak kasus hingga 96,53%
- memastikan pemantauan kasus pada orang positif COVID-19 hingga 98,46%
Selama enam bulan intervensi (15 Maret-16 September 2021) Program PUSPA memadukan pendekatan berbasis masyarakat dan koordinasi lintas sektor untuk menguatkan upaya penanganan wabah melalui Puskesmas.
“Puskesmas adalah koordinator wilayah di tingkat primer dan jangkar koordinasi horizontal serta vertikal antar tingkat pelayanan kesehatan,” ujar Diah Saminarsih, Senior Advisor on Gender and Youth for the Director-General of WHO dan pendiri CISDI, pada sesi paparan publik.
Diah lantas menjelaskan beragam ‘rahasia’ di balik keberhasilan PUSPA menguatkan berbagai indikator penanganan wabah tersebut. Pertama, melaksanakan berbagai inovasi. CISDI melaksanakan intervensi melalui prinsip whole society approach atau pelibatan masyarakat banyak. Tim PUSPA melatih tenaga kesehatan puskesmas, kader kesehatan, dan tokoh masyarakat setempat untuk mengurangi beban kerja puskesmas. Dari segi percepatan tes, Tim PUSPA memanfaatkan rapid test antigen. Untuk mengubah perilaku masyarakat, promosi kesehatan dilakukan di ruang-ruang terbuka publik.
“Koordinasi pesan dan aktivitas di berbagai saluran komunikasi yang konsisten bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat,” ujar Diah kembali.
Kedua, memantau data real-time melalui dashboard PUSPA. Setiap aktivitas PUSPA terpantau melalui data dashboard pemantauan harian yang bisa diisi real-time oleh 100 puskesmas di wilayah penempatan. Tim pengelola PUSPA mendiskusikan dan merencanakan mitigasi berdasarkan data dashboard ketika terjadi kritis. Dashboard menggambarkan situasi penanganan wabah di level desa, kelurahan, dan kecamatan, dan disampaikan juga kepada publik untuk menjaga transparansi penanganan wabah. Dashboard menjadi penanda derajat kegawatdaruratan yang bisa diakses masyarakat dan pemangku kepentingan setempat.
Ketiga, membangun jejaring kemitraan. Program PUSPA setidaknya melibatkan 26 organisasi nasional dan 100 entitas daerah yang memberi bantuan pada berbagai tahapan intervensi. Adapun, bentuk bantuan masing-masing mitra didasarkan kapasitas dan wilayah kerja mitra. Beberpa mitra yang terlibat, sebagai contoh, Paragon Corps, Philips Foundation, dan Unilever untuk dukungan pengadaan shelter, Mercy Corps Indonesia untuk optimalisasi kader surveilans berbasis masyarakat (SBM), Fakultas Psikologi Universitas Indonesia untuk dukungan psikologis nakes, dan relawan mahasiswa dari berbagai organisasi untuk berbagai kebutuhan respons penanganan wabah.
Sementara, ketersediaan APD atau alat tes yang kian menipis kerap diupayakan melalui kolaborasi dan pendanaan dari pemerintah daerah, masyarakat, atau mitra pembangunan lainnya.
Menjaga keberlanjutan program penguatan Puskesmas
Kendati program PUSPA telah berakhir dengan sederet keberhasilan, misi CISDI menguatkan pelayanan kesehatan primer, seperti puskesmas belum selesai. Program PUSPA nyatanya adalah adopsi dari program Pencerah Nusantara CISDI yang telah dimulai sejak 2012 lalu. Dalam paparannya Diah menjelaskan milestone program penguatan puskesmas yang telah dan tengah direncanakan CISDI dalam empat fase:
- Fase pertama, uji model penguatan puskesmas melalui PN COVID-19 di delapan puskesmas di Jakarta dan Bandung pada periode Juni hingga Desember 2020 lalu.
- Fase kedua, eskalasi program pada wilayah kerja lebih luas melalui PUSPA yang dikendalikan di level provinsi dengan 500 tenaga kesehatan terlatih di 100 puskesmas di 12 kabupaten/kota.
- Fase ketiga, percepatan penanganan berbasis inklusi dan kesetaraan melalui program intervensi yang akan berjalan beberapa waktu ke depan. “Fase ketiga akan berlangsung dengan mendorong kelembagaan kader kesehatan komunitas, merancang sistem akses vaksinasi yang peka kelompok rentan, dan membangun inovasi digital health,” ujar Diah kembali.
- Fase keempat, penguatan pelayanan kesehatan primer melalui program-program intervensi lain berdasarkan konsensus internasional, seperti Deklarasi Politik Cakupan Kesehatan Semesta, Deklarasi Astana, dan Global Action Plan SDG 3.
Menuju evaluasi
Evaluasi tim penyelenggara PUSPA ke depan akan dilengkapi temuan survei dan riset lembaga akademik independen. Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI) tengah menyelenggarakan survei untuk mengukur perbedaan sebelum dan sesudah intervensi PUSPA. Survei dilakukan untuk mengetahui capaian 3T PUSPA, kapasitas pelaksanaan 3T oleh staf puskesmas, peningkatan kapasitas kader SBM, dan perubahan perilaku 3M masyarakat di tempat umum.
“Target-target PUSPA memang telah tercapai semua, namun kita harus meyakinkan intervensi PUSPA memang bagus adanya. Karena itu kita lakukan survei ini,” tutur Dr. Rita Damayanti, MSPH, Ketua Umum PPPKMI dalam sesi tanggapan.
Di sisi lain, Center for Economics and Development Studies Universitas Padjajaran (CEDS Unpad) melakukan analisis efektivitas biaya program PUSPA. Penelitian ini terbagi dalam dua topik besar, yakni mengevaluasi Program PUSPA dari sisi ekonomi dan menguji resiliensi puskesmas PUSPA pada masa pandemi.
CEDS Unpad menyasar beberapa keluaran penelitian, yakni outcome dari standar pelayanan minimal (SPM) puskesmas dan kepuasan pasien terhadap pelayanan selama pandemi. Selain itu dari sisi tenaga kesehatan, mereka tengah meneliti kondisi burn out, kecemasan, dan gejala depresi tenaga kesehatan selama pandemi.
“Sejauh ini, meski belum final, kondisi nakes dari ketiga kondisi ini (burn out, kecemasan, dan depresi) memang luar biasa. Beberapa memang alami depresi, tapi kebanyakan dari mereka bisa bertahan,” ujar Dr. Adiatma Siregar, ME. conSt., Ketua CEDS Unpad.
Tenaga kesehatan PUSPA memang kerap melakukan inovasi penanganan wabah di tengah tuntutan tugas yang tinggi.
“Salah satu inovasi kami adalah membuat formula Excel untuk data-data pasien sehingga ketika data tersebut diminta tidak perlu lagi melihat catatan manual,” ujar Putri, Pemimpin Tim PUSPA Puskesmas Pondok Gede Kota Bekasi, pada sesi tanggapan yang sama.
Diseminasi hasil survei dan riset PPPKMI dan CEDS Unpad akan dilaksanakan pada akhir November atau awal Desember 2021. Menuju agenda itu, CISDI akan menampilkan berbagai inovasi Tim PUSPA di lapangan melalui media sosial organisasi.
Tentang Program PUSPA
Program PUSPA (Puskesmas Terpadu dan Juara) merupakan kolaborasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang didukung oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dalam memperkuat respons penanganan COVID-19 di puskesmas. Program ini merekrut 500 tenaga kesehatan yang ditugaskan di 100 puskesmas di 12 kota/kabupaten di Jawa Barat. Program PUSPA bertujuan menguatkan upaya deteksi, lacak kasus, edukasi publik terkait 3M, menyiapkan vaksinasi COVID-19, hingga memastikan pemulihan layanan kesehatan esensial di puskesmas.