Lompat ke konten utama
Logo CISDI: Simbol kolaborasi tiga pilar strategis—riset, advokasi, dan peningkatan kapasitas—untuk kemajuan kesehatan Indonesia.
Thumbnail

Feature

Diterapkan Tahun Depan, Tarif Cukai Minuman Berpemanis Masih Misterius

Hanindito Arief Buwono17 Sep 2025

Setelah ditunda berkali-kali, pemerintah dan DPR sepakat memberlakukan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun depan. Dalam Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 22 Agustus lalu, Komisi XI DPR menyetujui usulan pemerintah tentang pengenaan cukai MBDK dalam RAPBN 2026.


Di dalam RAPBN 2026, pemerintah memaparkan tujuan pengenaan cukai MBDK adalah untuk mendukung upaya pengendalian konsumsi produk yang memiliki eksternalitas negatif terhadap kesehatan. Adapun menurut Komisi XI DPR, cukai MDBK merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara melalui ekstensifikasi barang kena cukai.


Meski sudah disepakati pemberlakuannya tahun depan, besaran tarif cukai MBDK masih perlu didiskusikan antara DPR dan pemerintah. Ketua Komisi XI DPR Mukhammad Misbakhun menjelaskan alasan tarif perlu didiskusikan dengan seksama demi menjaga dunia usaha.


Direktur Strategi Perpajakan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan, pihaknya saat ini tengah menggodok besaran tarif cukai MBDK. Penggodokan tarif juga masuk ke pembahasan dengan DPR.


Pemerintah mewacanakan penerapan cukai MBDK sejak 2016. Namun, implementasinya terus tertunda dengan berbagai alasan. Terakhir, pemerintah menunda penerapan cukai MBDK pada 2025. Padahal, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 telah mengamanatkan penyusunan aturan teknis melalui Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Barang Kena Cukai Berupa Minuman Berpemanis dalam Kemasan rampung sejak 2025.


Apa Itu Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan?

Cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) adalah cukai yang akan diterapkan ke MBDK dan ditanggung oleh konsumen. Cukai MBDK diterapkan terhadap produk-produk minuman dalam kemasan, baik dalam bentuk cair maupun konsentrat (dikonsumsi dengan cara pengenceran dengan air), yang mengandung gula tambahan melebihi ambang batas yang telah ditetapkan pemerintah.


Secara umum, pungutan cukai dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Adapun secara regulasi, Pasal 194 Ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan mengatur bahwa dalam rangka pengendalian konsumsi gula, selain ditentukan batas maksimal kandungannya, juga dapat dikenakan cukai.


Pungutan cukai direncanakan akan menyasar ke berbagai jenis produk MBDK, seperti minuman ringan (soft drinks), teh/kopi kemasan, jus dengan gula tambahan, susu berperisa, hingga minuman berenergi. Dampak yang diharapkan dari pemberlakuan cukai MBDK antara lain:

  • Meningkatkan harga eceran pembelian dan konsumsi produk MBDK.
  • Mendorong pergeseran konsumsi dari MBDK ke air minum yang lebih aman.
  • Mengubah gaya hidup masyarakat dengan mengirimkan pesan yang kuat bahwa konsumsi MBDK secara reguler bukanlah bagian dari pola hidup sehat dan bergizi.
  • Mengurangi asupan gula dalam populasi.
  • Menghasilkan penerimaan negara yang dapat diinvestasikan kembali untuk kesehatan masyarakat.



Mengapa Cukai MBDK Perlu Segera Diterapkan?

Data dari Survei Kesehatan Indonesia (2023) menunjukkan sekitar 47,5 persen dari penduduk Indonesia mengonsumsi minuman berpemanis lebih dari sekali setiap hari. Konsumsi minuman berperisa yang tinggi turut meningkatkan risiko kejadian obesitas dan sederet penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular, hingga kanker. Tidak hanya itu, prevalensi obesitas meningkat 2 kali lipat dalam 1,5 dekade terakhir di Indonesia.


Penelitian dari UNICEF mengungkapkan bahwa Indonesia sedang mengalami peningkatan drastis kasus kelebihan berat badan dan obesitas yang merupakan faktor risiko utama PTM. Pendorong utama dari meningkatnya penyakit PTM, kelebihan berat badan, dan obesitas pada masyarakat Indonesia adalah karena perubahan pola makan dengan konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula, garam, dan lemak secara berlebihan. Sejalan dengan hal tersebut, Studi Beban Penyakit Global (IHME, 2021) juga menyebutkan bahwa terdapat perubahan tren penyebab mortalitas tertinggi di Indonesia dalam tiga dekade terakhir, yaitu penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan gagal ginjal masuk dalam jajaran penyebab kematian di Indonesia.


Selain dampak kesehatan, konsumsi MBDK juga membebani ekonomi. Ongkos layanan primer dan rujukan perawatan diabetes melalui BPJS Kesehatan sepanjang 2017-2019 meningkat 29 persen hingga mencapai Rp 108 triliun. Biaya ini belum mencakup biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk penyakit-penyakit lainnya.


Penerapan cukai diharapkan akan menurunkan tingkat konsumsi produk MBDK. Selain itu, Kementerian Keuangan memperkirakan penerapan cukai MBDK dapat menambah pemasukan negara sebesar Rp 2,7 triliun sampai Rp 6,28 triliun. Karena itu, kebijakan cukai MBDK perlu segera diterapkan untuk memberikan dampak ganda, yaitu kesehatan dan ekonomi.


Penerapan Cukai MBDK di Negara-negara Lain

Untuk bisa mengetahui seberapa efektif cukai MBDK dalam mencegah konsumsi gula, CISDI telah meneliti penerapannya di Asia Tenggara. Hasil pengkajian tersebut menunjukkan, kebijakan cukai efektif menurunkan konsumsi MBDK secara signifikan di beberapa negara Asia Tenggara.


Di Thailand, pemberlakuan cukai MBDK dengan tarif berjenjang pada rentang 2017-2019 menunjukkan dampak penurunan konsumsi MBDK sebesar 2,5 persen. Hasil penelitian di negara tetangga lain, Filipina, juga menemukan adanya penurunan konsumsi MBDK sebesar 8,7 persen pada bulan pertama dengan penerapan cukai sebesar 6 peso per liter (sekitar Rp 1.734) dan 12 peso per liter (sekitar Rp 3.468).


Namun, Malaysia yang mulai menerapkan cukai 40 sen per liter pada minuman bergula dengan takaran 5 gram/100 mililiter atau lebih pada 2019 memiliki dampak penerapan cukainya terbatas, yaitu hanya menurunkan konsumsi sebanyak 9,3 persen. Pemerintah Malaysia kemudian merevisi tarif dan ambang batas untuk meningkatkan efektivitas cukai menjadi 0,90 ringgit Malaysia per liter


Bagaimana dengan Indonesia? CISDI juga telah melakukan sebuah penelitian pada 2022 tentang kenaikan harga pada MBDK efektif dalam menurunkan tingkat konsumsi gula di masyarakat. Penelitian tersebut mengungkapkan kebijakan cukai MBDK berpotensi menambah pemasukan negara hingga Rp 3,6 triliun.


Terdapat tujuh jenis kelompok MBDK yang diteliti oleh CISDI untuk menghitung estimasi pemasukan negara yang terdiri dari susu cair pabrik, susu kental manis, minuman teh dalam kemasan, minuman bersoda mengandung CO2, sari buah kemasan, minuman sehat, dan minuman berenergi.


Sementara itu, dalam penelitian CISDI tahun 2025 tentang perhitungan elastisitas menggunakan data Survei Kesehatan Nasional (Susenas) 2024 menunjukkan penerapan cukai yang meningkatkan harga produk MBDK sebesar 20 persen dapat menurunkan permintaan produk MBDK sebesar 18 persen secara rerata.


Selain itu, studi modeling CISDI (2024) menunjukkan bahwa sebanyak 3,1 juta kasus baru kumulatif diabetes dapat dicegah dalam satu dekade dan pemerintah Indonesia akan dapat menghemat hingga Rp 40,6 triliun, yaitu potensi pengurangan kerugian atau beban ekonomi akibat diabetes apabila cukai diterapkan.


Negara-negara lain telah membuktikan kebijakan cukai efektif dalam menurunkan tingkat konsumsi minuman dan makanan berpemanis di masyarakat. Belajar dari itu, saatnya pemerintah Indonesia segera menerapkan kebijakan cukai MBDK dan tidak menundanya lagi.


CISDI juga sudah meneliti tentang dukungan masyarakat Indonesia terhadap cukai MBDK. Baca penelitiannya melalui tautan berikut.


-SELESAI-


Terbaru

  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===
  • ===