Thumbnail

Feature

Sumbangan Ikan Nelayan untuk Balita Stunting di Pangandaran

Zenithesa Gifta Nadirini24 Sep 2023

Sinar matahari sudah tak terasa terik ketika para nelayan menambatkan perahu mereka di Pantai Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Sore itu sekitar pukul empat, Kamis, 3 Agustus 2023, kami mendapati para nelayan tengah sibuk memanen ikan hasil tangkapan. Ada layur, tongkol, kembung, bawal, bolohok, barakuda, beberasan, teri, dan masih banyak tangkapan laut lainnya. Di antara para nelayan itu terselip Ujang Warman.


Kang Ujang–demikian pria 37 tahun ini biasa disapa–adalah nelayan sekaligus ketua pengurus rukun nelayan di Desa Batukaras. Berjibaku melaut sejak berusia 21 tahun, Kang Ujang menceritakan bahwa ia dulunya menghabiskan banyak waktu bekerja di bengkel karena lulusan sekolah teknik menengah di Tasikmalaya. Namun pergulatan dengan mesin justru membuatnya bosan. Ia lantas memutuskan beralih profesi menjadi nelayan. Di Desa Batukaras, yang memiliki 1.807 kepala keluarga, nelayan merupakan mata pencaharian terbanyak kedua setelah petani. Ada 335 nelayan dan 997 petani di desa itu.


Sebagai nelayan, Kang Ujang berujar, ia terbiasa berangkat melaut sekitar pukul empat pagi dan pulang jam 09.00 atau 10.00. Kalau sore, kegiatan menangkap ikan dimulai pukul 15.00 atau 16.00 dan balik ke rumah hampir tengah malam. Rutinitas ini dilakoninya saban hari bersama para nelayan tetangganya. “Kebanyakan karakter nelayan itu keras. Tapi hati kami lembut,” kata Kang Ujang.


Foto 1: Kang Ujang saat diwawancarai oleh Tim CISDI di Pantai Batukaras, Pangandaran, Jawa Barat.


Bagi Kang Ujang, kehidupan di laut telah menempanya menjadi nelayan yang tangguh. Terlebih, saat ia dipercaya dan dipilih oleh para nelayan lain untuk menjadi ketua rukun nelayan. Rasanya tenaga dan pikirannya terkuras. “Kalau ada permasalahan di laut, pasti berbenturan. Saya yang akhirnya harus urus ke kantor polisi” ujarnya. Namun, selama dua tahun Kang Ujang menjabat, lingkungan sekitarnya aman terkendali.


Kolaborasi Nelayan dan Kader Kesehatan Atasi Stunting


Rukun nelayan di Desa Batukaras tidak melulu mengurusi nelayan. Tepat di masa Kang Ujang menjadi ketua rukun nelayan, lahir sebuah program baru hasil kolaborasi antara para nelayan dengan kader kesehatan yang berfokus pada penanganan masalah gangguan pertumbuhan anak. Para nelayan menyumbangkan sebagian ikan hasil tangkapan mereka untuk dibagikan kepada anak-anak balita stunting, wasting, dan gizi kurang. Program ini bernama DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting) atau juga sering disebut gerakan “Pangandaran Atasi Stunting”.


Sejak Juni lalu, para nelayan dan kader kesehatan secara konsisten menjalankan program ini. Para nelayan menyumbangkan ikan hasil tangkapan untuk diolah kader kesehatan menjadi makanan siap santap yang diantarkan ke rumah-rumah warga. Pembagian makanan kotakan itu biasanya berlangsung setiap jam 07.00. “Dulu seminggu sekali, sekarang sudah rutin setiap hari” kata Jeniatika, 22 tahun, ibu balita stunting di Desa Batukaras. Anaknya, Arka, yang belum genap berusia satu tahun selalu menghabiskan makanan kotakan yang diberikan para kader kesehatan ke rumahnya.


Jumlah kasus stunting di Kabupaten Pangandaran saat ini tercatat sebanyak 462 atau sekitar 2,06 persen dari 22 ribu balita yang diperiksa. Di Desa Batukaras, misalnya, terdapat 11 balita yang mengalami masalah gizi. Meski angka stunting di Pangandaran tergolong rendah se-Jawa Barat, pemerintah daerah setempat sudah berkomitmen untuk mencegah agar jumlah kasus stunting tidak bertambah.


Ada beragam penyebab balita menjadi stunting. Kondisi ekonomi dan tingkat pengetahuan orang tua yang rendah, sanitasi dan kebersihan lingkungan yang masih minim, serta kurangnya asupan makanan bernutrisi. Penyakit penyerta seperti tuberkulosis juga dapat menyebabkan anak kekurangan gizi yang berujung pada stunting. Di Kecamatan Cijulang, masyarakat pesisir menggencarkan pemberian makanan bergizi untuk menangkal masalah balita stunting.


Foto 2: Menu makanan kotakan DASHAT pada Jumat, 4 Agustus 2023.


Menurut Ani Komala Dewi, 37 tahun, kader kesehatan di Kecamatan Cijulang, pemberian makanan gratis untuk balita stunting ini semula dilakukan seminggu sekali. Sebab, dana pengadaan bahannya hanya bersumber dari dana desa. Namun, saat ini pemerintah kabupaten sudah ikut urun rembug sehingga pembagian makanan tambahan tersebut bisa lebih rutin.


Ani mengatakan para kader kesehatan selalu menyiapkan 14 kotak makanan dengan bahan pangan lokal. Tiga kotak untuk ibu hamil kurang energi kronis dan anemia, sedangkan 11 kotak lainnya untuk anak stunting, wasting, dan gizi kurang. Ikan dari para nelayan terkadang diolah menjadi nugget. Dalam kesempatan lain, ikan dimasak kuah kuning.”Harapannya, dengan pemberian makanan tinggi protein, kondisi ibu hamil dan balita yang berisiko kurang gizi dan pertumbuhan bisa teratasi,” kata Ani.


Hubungan antara nelayan dan kader kesehatan di wilayah Cijulang memang terkenal guyub. Mereka adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Setiap ada acara yang digelar kader kesehatan, misalnya senam sehat bersama, nelayan pasti mengikutinya. Sebaliknya, kader kesehatan kini membantu mengolah ikan sumbangan dari nelayan agar siap disantap sebagai makanan bergizi bagi balita. Di Desa Batukaras, nelayan dan kader kesehatan bahu-membahu mengentaskan balita dari permasalahan gizi.


Keterlibatan Nelayan sejak 2007


Sesungguhnya program pemberian sumbangan ikan dari nelayan sudah ada sejak 2007, tepatnya pasca gempa dan tsunami melanda Pangandaran setahun sebelumnya. Jendi Ari Faryono, 30 tahun, seorang perawat dan anggota Tim PUSPA (Puskesmas Terpadu dan Juara) yang bertugas di Puskesmas Cijulang, menceritakan bahwa nelayan mulai menyumbangkan ikannya melalui pengelola masjid untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan, seperti anak-anak dari keluarga kurang mampu serta mereka yang terlantar. Adapun sumbangan ikan untuk balita stunting baru digagas sejak Mei tahun ini.


Soal ide sumbangan ikan untuk balita stunting ini muncul seiring bertambahnya pemahaman nelayan tentang pentingnya gizi bagi pertumbuhan anak. Kang Ujang bercerita bahwa ia sering membaca berita yang menyebutkan konsumsi ikan membuat pertumbuhan anak lebih pesat. Karena itu, ia dan teman-teman nelayan bersama koperasi menyisihkan sedikitnya seekor ikan dari setiap anggota untuk membantu anak-anak dengan permasalahan gizi. “Kami sebagai nelayan ingin bermanfaat dengan membantu orang yang kurang mampu, agar mereka bisa turut merasakan ikan hasil tangkapan kami,” kata Kang Ujang.


Setiap nelayan yang mendapatkan ikan sebanyak 50 kilogram bisa menyumbangkan dua atau tiga ekor ikan. Kalau hanya mendapatkan 10 kilogram, berarti cukup satu ekor ikan yang bisa diberikan. “Biasanya satu perahu bisa menjaring satu ton ikan. Kalau dapat segitu, saya gilir dalam satu hari ada tiga nelayan yang menyumbang ikan. Kalau semua anggota harus menyumbang nanti penuh di Tempat Pelelangan Ikan,” tambahnya.


Foto 3: Nelayan dengan ikan tangkapannya di Desa Batukaras, Pangandaran, Sabtu, 5 Agustus 2023.


Bagaimana Kang Ujang mengatur sumbangan ikan dari para nelayan? Setiap pagi sepulang melaut, Kang Ujang mencatat jumlah ikan yang didapatkan para nelayan dan memutuskan siapa saja dan berapa ekor yang akan disumbangkan. Ia mengumpulkan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan diurus oleh koperasi yang menimbang dan melelang ikan. Nelayan mengarahkan ikan mana saja yang akan disumbangkan. Nelayan mesti menjaga ikannya dengan baik karena TPI terkadang dipadati pengunjung. Meleng sedikit saja ikan bisa diambil pembeli yang tengah memilih ikan di TPI.


Untungnya, tiga bulan terakhir ini ikan lagi banyak-banyaknya. Bisa dibilang sedang “musim ikan”. Setiap musim hujan ikan jarang. Sebaliknya, ikan kembali banyak manakala cuaca cerah, seperti belakangan ini. Sering juga nelayan tidak mendapatkan ikan sama sekali saat melaut.


Kang Ujang, seperti para nelayan lain, selalu berharap dapat menangkap sebanyak mungkin ikan. Dengan begitu, mereka bisa lebih rutin memberikan sumbangan ikan untuk anak-anak yang membutuhkan makanan berprotein tinggi.


Di sisi lain, Jeniatika, yang ingin berat badan Arka cepat naik dan tumbuh sehat, berharap program pemberian makanan kotakan ini diteruskan. Begitu pula dengan ibu-ibu yang menghadapi keadaan serupa dengannya supaya dapat merasakan manfaat program DASHAT.


Jeniatika telah membuktikan manfaat pemberian makanan berbahan ikan untuk putranya. Sebulan berlalu sejak mengikuti program ini, berat badan Arka naik satu kilogram. “Bahagia sekali rasanya,” tuturnya.


Foto 4: Jeniatika (berbaju dan berhijab merah) sedang memangku anaknya, Arka.


Tentang PUSPA


Puskesmas Terpadu dan Juara atau PUSPA merupakan program kerja sama Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) untuk memperkuat peran layanan kesehatan primer. Pada 2023, Program PUSPA diselenggarakan pada 8 kabupaten/kota di Jawa Barat untuk 90 puskesmas.


Terbaru