Perkuat Layanan Kesehatan Primer, ....

Thumbnail

Feature

Perkuat Layanan Kesehatan Primer, Ini Sepuluh ‘Resep’ Sukses dari Program PUSPA

Deni Frayoga24 Mar 2024

Kesimpulan > Sebuah kebijakan publik yang baik tidak muncul dari langit. Selain komitmen politik kuat, perencanaan yang rinci mutlak dilakukan. Karenanya, pedoman pelaksanaan kebijakan publik bagi pengambil keputusan sangat dibutuhkan.

Sebuah kebijakan publik yang baik tidak muncul dari langit. Selain komitmen politik kuat, perencanaan yang rinci mutlak dilakukan. Karenanya, pedoman pelaksanaan kebijakan publik bagi pengambil keputusan sangat dibutuhkan. 


Pedoman penting untuk mengarahkan tindakan, memastikan konsistensi, hingga menjamin akuntabilitas suatu program atau kebijakan publik yang dijalankan. Melalui Program Puskesmas Terpadu dan Juara atau PUSPA, CISDI menerbitkan sebuah pedoman pelaksanaan program bernama Buku Pedoman: Adopsi, Kontekstualisasi, dan Adaptasi Program Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA).


Buku ini diharapkan menjadi pedoman pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil (civil society organization) untuk mengadopsi atau mengembangkan program serupa PUSPA.


‘Resep’ Melaksanakan PUSPA

Seorang tenaga kesehatan PUSPA memberikan edukasi kesehatan kepada lansia di sebuah puskesmas. (Dok: CISDI)


Program PUSPA merupakan kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan CISDI. Berlangsung sejak 2021 hingga 2023, PUSPA berfokus pada penguatan layanan kesehatan primer di wilayah Jawa Barat sebagai respons terhadap pandemi COVID-19.


Dalam perjalanannya, program ini berlanjut mengembangkan intervensi layanan esensial, melalui program gizi dan penanganan penyakit tidak menular. Sedikitnya 100 puskesmas di 12 kabupaten/kota di Jawa Barat telah merasakan manfaat pelaksanaan PUSPA.


Berdasarkan buku pedoman yang CISDI susun, berikut sepuluh ‘resep’ untuk  menjalankan program penguatan layanan kesehatan primer ala PUSPA di kemudian hari:


Pertama, perencanaan strategis. Seluruh stakeholder yang terlibat mesti memiliki visi penguatan layanan kesehatan primer, seperti dalam program PUSPA ketika pandemi COVID-19. Visi ini lantas dituangkan ke dalam perencanaan program atau kebijakan.


Pemerintah Jawa Barat hendak menguatkan 100 puskesmas di 12 kabupaten/kota untuk memperkuat penanganan COVID-19. Caranya melalui peningkatan surveilans yang diterjemahkan dalam kerangka kerja logis (logical framework).


Logical framework merupakan alat dalam konsep manajemen proyek untuk memantau, merencanakan, dan mengevaluasi suatu proyek atau program.


Kedua, pengalokasian sumber daya. Pemimpin daerah perlu memastikan sumber daya dialokasikan secara efisien dan merata. Selain itu, pastikan ketersediaan dukungan anggaran hingga logistik. Ketersediaan anggaran dan logistik membantu mobilisasi kader kesehatan dan logistik alat tes serta alat pelindung diri (APD) yang cukup dalam program PUSPA pada 2021 dan 2022. 


Ketiga, pengembangan kapasitas. Program PUSPA memberikan pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan kader kesehatan. Program ini juga melatih administrator lokal di tingkat kabupaten/kota. Peningkatan kapasitas juga dilanjutkan penyusunan key performance indicator (KPI) untuk mengikat komitmen sumber daya manusia yang terlibat.


Keempat, penyusunan mekanisme akuntabilitas dalam intervensi. Proses ini mencakup pemantauan dan evaluasi untuk memastikan layanan telah memenuhi standar serta sumber daya manusia yang dilibatkan efektif. Dalam Program PUSPA, contoh yang bisa dilakukan adalah melalui dashboard digital yang bisa diakses publik.


Seorang tenaga kesehatan PUSPA memeriksa kondisi kesehatan seorang anak di sebuah puskesmas. (Dok: CISDI)


Kelima, pelibatan peran masyarakat. Proses pembangunan kesehatan ke depan akan fokus pada integrasi layanan primer (ILP). Layanan kesehatan primer akan disatukan dalam satu tempat untuk meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan. Dalam konteks tersebut, peran kader kesehatan yang berasal dari masyarakat sangat penting sebagai pelaksana program.


Keenam, pengembangan kebijakan. Melalui penguatan layanan primer di daerah, Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) mampu mendorong kepala daerah maupun legislatif melembagakan kebijakan kesehatan.


Ketujuh, inovasi dan adaptasi. Inovasi yang kerap lahir dalam Program PUSPA berasal dari temuan masalah lapangan, baik di puskesmas maupun lingkungan masyarakat. Melalui praktik ini, inovasi yang dikeluarkan akan menjadi lebih relevan dengan kebutuhan dan persoalan masyarakat. 


Kedelapan, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pelatihan ataupun on the job training mesti diberikan kepada sumber daya manusia yang terlibat dalam program.


Kesembilan, koordinasi bersama berbagai pemangku kepentingan. Instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, hingga pihak swasta perlu terus menjalin komunikasi dan merumuskan tujuan bersama. Agenda bersama yang bermanfaat harus dipastikan dapat diwujudkan.


Kesepuluh, keberlanjutan program. Melalui praktik baik dalam Program PUSPA, perencanaan keberlanjutan program diharapkan berlaku sebelum program berakhir. Belajar dari itu, penguatan program layanan kesehatan primer seperti PUSPA sebaiknya sejak awal menyertakan roadmap jangka panjang setidaknya untuk lima tahun ke depan.


Informasi mengenai PUSPA lebih lengkap bisa dilihat dalam Buku Pedoman Adopsi dan Kontekstualisasi Program PUSPA berikut ini.


Deni Frayoga

Lead of Government Relations CISDI


Terbaru